Posted by : Unknown
Rabu, 16 November 2016
“ PROBLEM EMBAKARSI DI INDONESIA “
Pemerintah telah
menetapkan 12 bandara di Indonesia sebagai embarkasi dan debarkasi pada
penyelenggaraan ibadah haji 1435 H/ 2014 M. Penetapan ini tertuang dalam
Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 52 Tahun 2014 tentang penetapan Embarkasi
dan Debarkasi Haji tahun 1435 H/2014 M.
Berikut ini 12 embarkasi
dan debarkasi haji 1435H :
1. Bandara
Sultan Iskandar Muda Banda Aceh (BTJ) untuk wilayah Provinsi Aceh
2. Bandara
Kualanamu International Airport Medan (KNO) untuk wilayah Provinsi Sumatera
Utara
3. Bandara
Hang nadim Batam (BTH) untuk wilayah Provinsi Riau, Kepulauan Riau, Kalimantan
Barat, dan sebagian Jambi (Kab. Tanjung Jabung Barat, Kab. Tanjung Jabung
Timur, Kota Jambi, Kab. Muaro Jambi, dan Kab. Batang Hari)
4. Bandara
Minangkabau International Airport Padang (PDG) untuk wilayah Provinsi Sumatera
Barat, Bengkulu, dan sebagan Jambi (Kab. Merangin, Kerinci, Sorolangun, Bungo,
dan Tebo)
5. Bandar
Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang (PLM) untuk wilayah Provinsi Sumatera
Selatan dan Bangka Belitung
6. Bandara
Halim Perdanakusuma (HLP) untuk wilayah Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat,
Banten, dan Lampung
7. Bandara
Adisumarmo Solo (SOC) untuk wilayah Provinsi Jawa Tengah dan DI. Yogyakarta
8. Bandara
Juanda Surabaya (SUB) untuk wilayah Provinsi Jawa Timur, Bali, dan Nusa
Tenggara Timur
9. Bandara
Sepinggan Balikpapan (BPN) untuk wilayah Provinsi Kalimantan Timur, Sulawesi
Tengah, dan Sulawesi Utara
10. Bandara
Syamsuddin Noor Banjarmasin (BDJ) untuk wilayah Provinsi Kalimantan Selatan dan
Kalimantan Tengah
11. Bandara
Hasanuddin Makassar (UPG) untuk wilayah Provinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi
Barat, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua
Barat
12. Bandara
Internasional Lombok (LOP) untuk wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
Problem yang terjadi di
beberap Embarkasin di Indonesia :
a. Sulawesi
selatan ( masalah Filipina )
Kepala Kantor Kementerian Agama Sulawesi
Selatan Abdul Wahid Thahir menyatakan menerima pemulangan 84 warga Sulawesi
Selatan yang berhaji melalui Filipina.
“
Mereka ini yang sempat lolos berhaji sampai ke Arab Saudi “ ucap Wahid
Pemulangan
mereka dilakukan dalam dua tahap sejak Kamis, 20 Oktober lalu. Mereka
dipulangkan dengan pesawat Filipina Airlines dan ditampung di Asrama Haji
Pondok Gede, Jakarta. Menurut Wahid, pihaknya dipanggil khusus oleh Sekretaris
Jenderal Kementerian Agama Nursyam untuk menyambut kedatangan mereka. Dia
mengatakan kebanyakan dari mereka tidak dapat berbahasa Indonesia.
"Apalagi mereka dominan berasal dari Sulawesi Selatan," ujar Wahid
Sebenarnya
pemerintah Filipina memulangkan 106 warga Indonesia yang berhaji via Filipina.
Namun sisanya berasal dari Kalimantan dan Jawa. Wahid menuturkan rombongan ini
langsung diamankan aparat Filipina setelah kembali dari Arab Saudi. Di
Filipina, mereka ditahan dan menjalani pemeriksaan. Wahid mengatakan pemerintah
melalui Kementerian Luar Negeri, Kementerian Agama, dan Kedutaan Besar
Indonesia di Filipina melakukan negosiasi agar mereka dapat dipulangkan.
"Dan pemerintah
Filipina berbaik hati menyerahkan mereka untuk dipulangkan, seperti jemaah haji
yang gagal berangkat dulu," ucap Wahid.
Juru
bicara Kementerian Agama Sulawesi Selatan, Mawardy Siradj, menyatakan sebagian
jemaah menjalani pemeriksaan oleh penyidik Badan Reserse Kriminal Markas Besar
Kepolisian RI. Selain itu, pihak Kementerian Agama melakukan pendataan.
"Bila proses
pemeriksaan rampung, besok mereka langsung diterbangkan ke Makassar," ujar
Mawardy.
Akhir
Agustus lalu, petugas Imigrasi Filipina menggagalkan keberangkatan 177 warga
Indonesia yang hendak berhaji melalui Filipina. Sebagian besar dari rombongan
itu berasal dari Sulawesi Selatan. Kasus ini berbuntut panjang sekaligus
membongkar praktek pemberangkatan WNI berhaji melalui Filipina. Mabes Polri
telah menetapkan delapan tersangka. Mereka diduga sebagai pemilik agen
perjalanan ilegal yang menguruskan pemberangkatan mereka.
b. Jabar-DKI-Banten
( souvenir diragukan halalnya )
Himpunan
Lembaga Konsumen Indonesia (HLKI) Jabar-DKI-Banten sanksi dengan kehalalan
suvenir haji dari Mekkah, Arab Sudi, yang dibawa pulang jemaah haji ke
Indonesia. Pasalnya, di Tanah Suci banyak beredar barang-barang murah buatan
Cina. Ketua HLKI Jabar-DKI-Banten Firman Turmantara mengatakan sampai saat ini
masih belum ada penelitian yang bisa memastikan kehalalan barang-barang suvenir
haji buatan Cina yang masuk ke Tanah Suci, baik oleh Pemerintah Indonesia
maupun Arab Saudi.
"Untuk konsumen
kita imbau agar hati-hati, khususnya yang beli di Arab Saudi. Tolong ditanya
kepada penjual produk nonpangan itu halal atau haram seperti minyak wangi,
pelembab herbal dari Cina. Tapi saya tidak menuduh itu mengandung babi,"
kata Firman di Universitas Pasundan, Jalan Lengkong, Kota Bandung, Selasa 11
Oktober 2016.
Firman
mengatakan hingga saat ini masih banyak jemaah haji asal Indonesia yang pulang
ke tanah air membawa oleh-oleh yang tidak terjamin kehalalannya. Menurut dia,
pemerintah Arab Saudi seharusnya bisa menjamin kehalalan buah tangan yang
dibawa oleh jemaah haji. Untuk itu, Firman yang juga Dosen Hukum Perlindungan
Konsumen Unpas berencana membuat penelitian kehalalan barang-barang suvenir
haji asal Cina menggandeng beberapa akademisi dari universitas-universitas
ternama di Indonesia, dengan latar belakang hukum tata negara, hukum perdata,
hukum pidana, hukum ekonomi internasional, hingga teknik pangan.
"Kita akan
melakukan pendalaman dan mendesak pemerintah melakukan uji laboratorium. Isu
ini menjadi kegalauan umat muslim di Indonesia. Mereka pasti resah karena tidak
paham. Asumsinya barang dari tanah suci pasti semua halal, padahal belum tentu.
Ini yang perlu diinformasikan," jelasnya.
Hasil
penelitian tersebut nantinya berupa rekomendasi untuk Pemerintah Indonesia
dalam hal ini Kementerian Agama, Kementerian Luar Negeri, Kementerian
Kesehatan, BPOM, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan hingga
Presiden Joko Widodo. Dengan rekomendasi tersebut, Pemerintah Indonesia
diharapkan bisa mendesak Pemerintah Arab Saudi agar memberikan kepastian halal
dan haram terhadap barang-barang souvenir yang dijual di tanah suci.
"Konsumen harus
dijamin keamanannya, kenyamannya, kesehatannya dan keselamatannya sesuai resolusi
PBB 1985. Arab Saudi harus menjamin kehalalannya," imbuhnya.
Selain itu, Indonesia
dan Arab Saudi juga harus berhubungan dengan pemerintah Tiongkok untuk
memastikan produk-produk yang masuk dan dijual di Tanah Suci halal.
c. Brebes
( jamaah hilang saat wukuf )
Satu
jemaah haji asal Brebes, Jawa Tengah, Istiqomah binti Zein, dilaporkan hilang
saat wukuf di Arafah, Ahad, 11 September waktu setempat. Perempuan 54 tahun
tersebut tidak diketahui keberadaannya setelah berpamitan ke toilet ketika
hendak melakukan perjalanan dari Arafah ke Mina.
“Waktu itu dia ikut
rombongan bersama ibu-ibu jemaah haji lain,” kata dia Taufiqurrahman, 49 tahun,
adik Istiqomah
Menurut Taufik, Istiqomah tidak membawa
identitas maupun alat komunikasi. Saat itu, barang bawaannya dititipkan ke
suami, Muhammad Natsir, 61 tahun. Pihak keluarga mengetahui informasi ini
setelah suaminya menghubungi anaknya di Brebes via telepon.
“Informasi terakhir,
kakak saya sudah ditemukan oleh salah seorang ketua rombongan dari Jawa Timur,
dan sudah dititipkan ke Hotel Zam-zam di dekat Makkah. Tapi ketika hendak
ditemui di sana, kakak saya tidak ada. Sampai sekarang belum diketahui
keberadaannya,” katanya
Istiqomah,
warga Desa Jatibarang Lor, Kecamatan Jatibarang, Kabupaten Brebes ini berangkat
dari Jakarta melalui haji plus, dari Biro Haji Duta Mulya, Jakarta. Menurut
Taufiqurrahman, keberangkatan kakaknya yang berprofesi sebagai guru SD tersebut
untuk haji ini atas undangan dari Raja Arab Saudi. “Jadi ikut kuota haji khusus
gitu,” ujar dia.
Istiqomah
berangkat ke tanah suci pada 26 Agustus 2016. Rencananya dia bersama suami dan
rombongan pulang ke tanah air pada 22 September 2016. Hingga saat ini pihak
keluarga terus berkomunikasi dengan KJRI Arab Saudi untuk mencari keberadaan
Istiqomah. “Rencana, kakak saya berangkat pulang ke Jakarta dari arab pada 21
September, dan tiba di Jakarta 22 September,” kata dia.
Sementara
itu, Ketua Panitia Pemberangkatan Ibadah Haji (PPIH) Brebes, Imam Hidayat,
mengaku belum menerima laporan ihwal hilangnya haji asal Brebes di tanah suci.
Pihaknya akan mengaku akan berkoordinasi dengan pihak terkait untuk mencari
tahu keberadaan Istiqomah di tanah suci. “Kami belum dapat laporan,” ujar dia.
Pihak
PPIH, kata dia, justru baru mendapat laporan tentang meninggalnya salah satu
jemaah haji dari Brebes di Musdalifah, seusai menjalankan wukuf di Arafah. Dia
adalah Sumilah, 63 tahun, warga Desa Pepedan, RT 001/RW 001 Kecamatan Tonjong,
Kabupaten Brebes. Sumilah berangkat bersama dengan rombongan Kloter 50 dari
KBIH Sanabil, Kecamatan Sirampog, Brebes. Menurut Informasi, Sumilah meninggal
karena penyakit TBC yang sudah lama dideritanya. “Dia yang berangkat sendirian
ke tanah suci dari awal memang sudah mengidap penyakit itu. Bahkan saat
berangkat menggunakan kursi roda,” kata Imam.
Jenazah
rencananya akan dimakamkan di tanah suci. Saat ini, pihak PPIH sedang menemui
keluarga untuk memberitahu kabar ini. “Jadi terkait hak-hak keluarga seperti
surat kematian dan lainnya menyusul. Kami masih menunggu kabar dari panitia”
d. Masalah
umum
Pelayanan
yang terbaik harus selalu menjadi standar. Segala macam potensi masalah harus
ditekan dan diminimalisasi. Sayangnya di awal musim haji ini masih ada masalah
yang menggelayuti, yaitu visa untuk para jamaah haji ada yang belum kelar.
Kemarin saja 207 jamaah haji dari total 3.703 jamaah haji yang masuk kloter I
di 8 embarkasi belum keluar visanya. Tercatat jamah tersebut berasal dari
Embarkasi Solo (68 orang), Embarkasi Surabaya (31), Embarkasi Lombok (41),
Embarkasi Makassar (60), serta Embarkasi Medan (7). Tentunya masalah
tertundanya keberangkatan ini tidak bisa disepelekan karena sangat terkait
dengan perasaan para jamaah. Mereka bisa saja merasa tertekan karena dalam
bayangannya sudah akan sampai ke Tanah Suci. Semoga di kloter-kloter
selanjutnya hingga kloter pemberangkatan terakhir pada 17 September masalah
visa yang belum keluar ini tidak terjadi lagi. Tentunya kita tidak ingin ada
masalah-masalah yang mengganggu khusyuknya ibadah para jamaah haji. Namun
Kementerian Agama tentunya harus memantau dengan ketat dan menyiapkan berbagai
skenario jika ada hambatan untuk beberapa hal yang biasanya bermasalah.
Pertama, penginapan sering kali menjadi masalah walaupun tidak terjadi dalam
skala masif. Sebelumnya sempat ada masalah dengan sistem e-hajj mengenai
kapasitas penginapan, tetapi sudah diselesaikan Kementerian Agama. Panitia
Pelaksana Ibadah Haji (PPIH) harus siap dengan opsi penginapan jika nantinya
ada masalah. Kedua, masalah katering sering kali menjadi keluhan jamaah.
Masalah Katering
Berita pelaksanaan
ibadah haji pun sering kali diwarnai seputar masalah katering. Sektor ini harus
mendapat perhatian khusus karena akan terkait dengan kesehatan jamaah. Ketiga,
transportasi kadang kala menjadi kendala karena kepadatan di Tanah Suci.
Kementerian Agama harus memantau secara saksama kelancaran sarana transportasi
jamaah. Keempat, kesehatan jamaah haji harus mendapat perhatian khusus.
Terlebih saat ini daerah Timur Tengah sedang terjangkit penyakit MERS CoV. Para petugas
kesehatan haji harus lebih sensitif dan waspada dalam mengawasi kondisi
kesehatan jamaah. Perlu juga para petugas ingat bahwa sering kali jamaah
menyembunyikan indikasi sakitnya karena tak ingin ibadahnya terganggu. Tentunya
cara pikir tersebut membahayakan para jamaah haji. Selain kesiapan dari PPIH,
seluruh jamaah haji juga harus mempersiapkan diri sebaik-baiknya. Pengetahuan
yang baik dalam semua rangkaian ibadah haji akan memudahkan para jamaah dan
meringankan beban PPIH. Jamaah pun harus lebih mawas diri dalam menjaga kondisi
fisiknya. Semoga pelaksanaan ibadah haji ini berjalan lancar dan semua jamaah
haji menjadi haji mabrur serta problem baru tahun ini dapat diatasi dengan
baik.
e. Penyakit
Tingginya angka kematian dan angka kesakitan pada jemaah
haji selama berada di Arab Saudi sangat erat kaitannya dengan faktor usia
jamaah (usia lanjut) dengan berbagai penyakit kronik yang diidap, iklim yang
sangat jauh berbeda, penatalaksanaan kesehatan sebelum berangkat, pencatatan
status kesehatan tidak akurat pada buku kesehatan jamaah, ketepatan dan
kecepatan diagnosis pada keadaan emergensi, serta kecepatan dan ketepatan
penanggulangan kasus-kasus gawat darurat. Setiap tahun, sekitar 200.000 jamaah
haji Indonesia diberangkatkan ke Tanah Suci Makkah dan Madinah untuk
melaksanakan ritual haji. Setiap kloter biasanya didampingi seorang dokter dan
dua paramedis yang bertanggung jawab dalam pelayanan kesehatan selama
perjalanan tersebut. Dari pengamatan setiap tahunnya, jumlah jamaah Indonesia
yang meninggal antara 400 – 500 orang.
Sampai musim haji tahun 2008, usia lanjut (diatas 60
tahun) masih mendominasi jamaah Indonesia dengan persentase 30 – 40 persen tiap
kloternya dan kelompok kedua terbanyak usia 40 – 60 tahun, dengan jumlah wanita
lebih banyak dari pria. Berbagai penyakit kronik yang diidap jamaah, terutama
yang lansia, menjadi catatan penting bagi petugas kesehatan yang mendampingi,
seperti diabetes, hipertensi, penyakit jantung, penyakit paru kronik, penyakit
hati dan pencernaan, penyakit tulang dan sendi, serta penyakit saraf seperi post
stroke. Kelompok jamaah ini disebut sebagai risiko tinggi (risti). Sebab,
penyakit-penyakit ini dapat menimbulkan komplikasi fatal saat melaksanakan
aktivitas fisik pada cuaca yang sangat panas atau sangat dingin dengan
kepadatan manusia dan polusi udara yang tinggi. Kegiatan ibadah haji adalah kegiatan fisik semata berupa
jalan kaki atau berlari kecil sewaktu melaksanakan Tawwaf, Sa’i dan berjalan
menuju Jamarat sewaktu berada di Mina untuk melontar Jamarat selama tiga atau
empat hari berturut-turut. Kalau hanya terbatas pada pelaksanaan aktivitas
fisik yang rukun dan wajib saja, sebenarnya kelelahan dapat diatasi dengan
istirahat yang cukup di antara waktu kegiatan. Serta berulang kali jalan kaki
dari pondokon ke masjid setiap waktu shalat.
Hal ini mengakibatkan jamaah kurang istirahat sehingga
kelelahan yang akhirnya berdampak pada melemahnya daya tahan tubuh, terutama
bagi jamaah lansia dan jamaah risti. Apalagi bila jamaah merahasiakan
penyakitnya, merasa tidak perlu menyampaikannya kepada dokter yang mendampingi
kloternya. Karenanya, setiap jamaah perlu menyampaikan kepada dokter pemeriksa
pertama tentang penyakit yang diderita secara lengkap dan jelas, meski penyakit
itu tidak menimbulkan keluhan.
- Keluhan atau gejala gangguan kesehatan jamaah haji
Keluhan atau gejala gangguan kesehatan jamaah
terbanyak adalah batuk, pilek, yang kadang disertai demam dan sakit
tenggorokan. Ini adalah gejala dari infeksi saluran nafas akut. Keluhan lainnya
berupa sakit otot dan sendi serta lesu dan lelah sebagai akibat aktivitas fisik
(jalan kaki) yang lebih banyak dari biasanya. Setiap keluhan penyakit, jangan
dianggap enteng, karena kondisi lingkungan saat itu sangat memudahkan terjadi
berbagai komplikasi, terutama infeksi.
Pemakaian masker hidung dan mulut yang telah disediakan
panitia haji sangat bermanfaat dalam mencegah terjadinya infeksi saluran nafas.
Dengan menggunakan masker selama kegiatan ritual haji, dapat mengurangi risiko
infeksi saluran nafas sebesar tiga kali, dibanding jamaah yang tidak mengenakan
masker. Salah satu tugas TKHI adalah
melakukan pengelolaan faktor risiko jemaah haji di kloternya, mulai dari proses
identifikasi faktor risiko, pemetaan, pemantauan, sampai ke pengendalian faktor
risiko.
Faktor risiko dapat berasal dari jemaah sendiri (internal),
yaitu kondisi kesehatan/penyakit yang melekat pada jemaah yang dapat menjadi
berat selama perjalanan ibadah haji. Dapat juga berasal dari lingkungan di luar
jemaah (eksternal), seperti kemungkinan tertular penyakit, terpapar aktifitas
fisik yang padat, kepadatan orang, iklim di Arab Saudi, dan lain sebagainya.
Faktor risiko ini harus diwaspadai dan dikelola sebaik mungkin agar tidak
muncul dan mengganggu kelancaran ibadah haji atau menyebabkan kematian.
- Identifikasi Faktor Risiko Jemaah Haji di Kloter
a.
Faktor
Risiko Internal
Faktor risiko internal yang perlu diwaspadai dan diamati
antara lain: Gangguan kesehatan/penyakit yang ada pada jemaah, seperti
hipertensi, penyakit jantung, asma, PPOK, diabetes, stroke, dll. Perilaku yang
potensial menimbulkan gangguan kesehatan seperti: kebiasaan merokok, menyimpan
jatah makanan untuk dimakan di lain waktu (menunda makan), dll. Faktor risiko
internal yang berupa gangguan kesehatan/penyakit dapat diketahui dari hasil
pemeriksaan kesehatan 1 dan 2 yang terekam pada Buku Kesehatan Jemaah Haji
(BKJH), dan hasil pemeriksaan kesehatan akhir di embarkasi yang dapat dilihat
pada pramanifest kloter. Faktor risiko internal berupa perilaku dapat diketahui
dengan pengamatan jemaah haji oleh TKHI kloter.
b.
Faktor
Risiko Eksternal
Prosesi haji sarat dengan kegiatan fisik yang harus
dilaksanakan secara sempurna dengan waktu yang telah ditentukan di berbagai
tempat sekitar kota Mekkah meliputi
v Tawaaf (mengelilingi ka’bah sebanyak
tujuh kali, dengan arah berlawanan jarum jam, dimana ka’bah berada di sisi kiri
badan).
v Sa’i (berjalan sambil berlari kecil
pulang balik sebanyak tujuh kali dari bukit Safa ke Mawa, yang berkisar 500 m
sekali jalan).
v Wukuf di Arafah selama satu hari
(berangkat dari Mekkah sehari sebelum wukuf, dan tidur di bawah tenda pada
malam sebelum wukuf).
v Bermalam di Musdalifah di ruang
terbuka, beratapkan langit dan berlantai tanah yang dipenuhi dengan debu dan
manusia yang sangat padat dan diselimuti cuaca dingin.
v Lontar Jumroh sekali sehari selama
tiga hari. Perjalanan dari pemondokan ke Jamarat berjarak 2-5 km, sangat padat
oleh jemaah yang lalu lalang, dan berdesakan saat melontar jumroh.
- Potensial penyakit di Arab Saudi
A.
Penyakit
menular
Beberapa penyakit infeksi yang mempunyai potensi tinggi
terinfeksi dan berbahaya selama menunaikan ibadah haji antara lain adalah:
1)
Meningitis
meningokokus(Radang Selaput Otak)
Adanya calon jemaah haji yang
berasal dari daerah yang endemis meningitis meningokokus merupakan sumber
rantai penularan penyakit ini. Penyakit ini menular dan disebabkan oleh kuman
‘meningokoccal’, yang cepat berkembang pada suhu tinggi atau rendah seperti di
Arab Saudi. Kepadatan yang terjadi selama menunaikan haji merupakan faktor
risiko meningkatkan penularan penyakit tersebut. Pemerintah Arab Saudi sejak
tahun 1987 mewajibkan setiap calon jemaah haji atau yang melakukan umroh harus
mendapatkan vaksinasi meningitis meningokokus. Namun pada musim haji 2000 dan
2001 terjadi KLB meningitis meningokokus dengan jumlah penderita masing-masing
1300 dan 1109 orang. Lebih dari 50% penderita di atas disebabkan oleh karena N.
meningitidis serogroup W135. Terjadi perubahan pola penyebab penyakit. Sejak
tahun 2001 pemerintah Arab Saudi sudah diperkenalkan vaksin meningitis
kuadrivalen. Namun demikian disadari bahwa ada kemungkinan munculnya strain
liar yang fatal.
Faktor-faktor pencetus terjangkitnya
penyakit ini :
Ø Daya tubuh lemah
Ø Tinggal di tempat yang padat
Ø Bergaul langsung dengan penderita,
atau kontak langsung melalui air ludah, dahak,ingus dan debu.
Tanda-tanda dan
gejala :
ü Panas mendadak
ü Sakit kepala
ü Perut mual dan muntah
ü Bicara tidak menentu (mengigau)
ü Kaku kuduk
Pencegahan
‘Menangitis’:
·
Vaksinasi
‘Menangitis’
·
Kebersihan
diri dan lingkungan
·
Menghindari
tempat yang terlalu padat
·
Pengobatan
propilaksis dengan sulfadiazine atau rifampycin
2) ISPA dan Influenza
Influensa merupakan penyakit yang
sangat menular dan ada di Arab Saudi. Penyebabnya adalah: Virus, menular
melalui udara. ISPA merupakan proporsi penyakit terbesar (57%) pasien yang
dirawat inap di RS Arab Saudi. Sementara data surveilans kesehatan haji
Indonesia menunjukkan bahwa kasus ISPA (THT) merupakan yang terbanyak sebagai
penyebab kunjungan ke sarana pelayanan kesehatan. Studi tentang pola penyakit
menunjukkan bahwa H. Influenza, K pneumonia, dan S pneumosia merupakan penyebab
utama kejadia ISPA. WHO menganjurkan bahwa calon jemaah usia lanjut atau risiko
infeksi influenza tinggi disarankan untuk mendapatkan vaksinasi. Beberapa studi
menunjukkan bahwa insidens penyakit ini tinggi selama musim haji. Seiring dengan
meningkatnya kasus flue burung terutama dari beberapa daerah di Indonesia maka
pengamatan dan pengenalan yang ketat terhadap gejala dan masa inkubasi harus
dilakukan dengan baik terutama di embarkasi.
3) Polio
Pemerintah Arab Saudi telah
menyatakan bebas Polio sejak tahun 1995. Namun setelah terindentikasi kasus
polio di Indonesia yang diduga dibawa dari Arab Saudi baik oleh Jemaah haji
ataupun tenaga kerja wanita dari Arab Saudi, upaya lebih giat kini dilakukan
untuk mencegah penularan penyakit ini. Kasus polio dibawa oleh jemaah haji yang
berasal dari negara yang belum bebas polio. Saat ini pemerintah Arab Saudi
mewajibkan setiap pengunjung berusia kurang 15 tahun harus menunjukkan
sertifikat vaksinasi polio.
4)
Diare
Penyakit ini kerap menyerang jemaah
haji Indonesia. Tahun lalu dua kloter embarkasi Solo melaporkan kejadian luar
biasa diare saat mau mendarat di debarkasi Solo. Penyakit ini sangat erat
kaitannya dengan kebersihan dan tingkat pengetahuan. Kebiasaan makan jajanan
yang tidak terkontrol dan menyimpan makanan terlalu lama merupakan faktor
risiko yang meningkatkan kejadian penyakit di atas.
5)
Infeksi
melalui cairan tubuh
Penyakit yang kerap terjadi melalui
cairan tubuh adalah penyakit hepatitis B, C dan HIV. Di Mekkah potensi
penularan ini dapat terjadi karena jemaah haji banyak berasal dari daerah yang
endemis hepatitis. Cara penularan yang mudah dapat terjadi melalui cukur rambut
yang tidak bersih yang dilakukan selama menunaikan ibadah haji.
6)
Penyakit
lain jama’ah haji
a.
Radang tenggorokan (Pharingitis)
·
Penyebab: Bakteri Virus
·
Penularan: Melalui udara.
pernapasan.
b.
Radang Cabang Tenggorokan
(Bronchitis)
·
Penyebab: Bakteri Virus
·
Penularan: Melalui percikan dahak
batuk, udara.
c.
Radang
Paru-paru (Pneumonia)
·
Penyebab: Basil atau Virus
·
Penularan: Melalui udara pernapasan,
percikan ludah.
d.
Desentri
·
Penyebab: Basil, Amuba
·
Penularan: Melalui makanan/minuman
yang tercemar kuman.
e.
Kholera
·
Penyebab: Vibrio kholera
·
Penularan: Melalui makanan/minuman
f.
Typhus
·
Penyebab: Basil Typhus
·
Penularan: Melalui makanan/minuman.
B.
Penyakit Kronis
Perjalanan jauh dengan kondisi
menderita penyakit kronis atau risiko tinggi harus memperhatikan tidak hanya
ketersediaan obat yang selama ini digunakan, tetapi juga kesanggupan kegiatan
fisik yang dikerjakan. Data kematian haji tahun 2007 menunjukkan bahwa sebagai
besar kematian terjadi oleh karena penyakit kronis yang berhubungan dengan
peningkatan aktifitas fisik, seperti penyakit jantung dan obstruksi paru
kronis. Risiko meninggal pada kelompok umur di atas 70 tahun meningkat secara
tajam (hampir 10 kali kelompok usia 50-60 tahun). Kematian yang terjadi di luar
sarana pelayanan kesehatan cukup tinggi. Hampir 40% jemaah yang meninggal
berada di luar sarana pelayanan kesehatan.
Selain itu, penyakit yang sering diderita jamaah haji: Sengatan
Panas (Heat Stroke). Penyakit ini disebabkan oleh:
a) Penumpukan
panas yang berlebihan di dalam badan.
b) Suhu
lingkungan lebih tinggi dari suhu tubuh, dengan kelembaban udara rendah, maka
penguapan keringat sangat besar, diikuti timbulnya panas tubuh.
c) Jamaah
terlalu lelah atau terkena sinar matahari secara langsung.
Jenis penyakit sengatan panas:
·
Heat Exhaustion (Lelah Panas)
Gejalanya
sama dengan gejala dehidrasi (kekurangan zat cair ringan), kulit kering, haus
dan pusing, lelah, mual, serta nafsu makan menurun.
·
Heat Cramp (Kejang Panas)
Tingkat
lebih lanjut dari Heat Exhaustion, gejalanya: Suhu badan naik (sampai 38 – 39’
C), Kejang otot (otot extremilasi otot betis)
·
Heat Stroke
Stadium
ketiga dari sengatan panas merupakan keadaan gawat namun reversible, dengan
gejala:
a. Hyperpirexia (suhu rectal 40’ atau
lebih)
b. Kulit kering, kadang-kadang
berkeringat
c. Berbicara tidak menentu (mengigau)
d. Kesadaran bisa menurun hingga koma
Cara menghindari Sengatan Panas :
a. Tidak berada diterik matahari
langsung, antara pukul 10.00 s/d 16.00
b. Keluar kemah/rumah terutama pada
siang hari, harus memakai payung dan berbekal minuman
c. Minum setiap hari paling sedikit 5 –
6 liter atau 1 gelas setiap jam. Jangan menunggu sampai haus
d. Jangan menahan buang hajat besar
atau kecil
e. Usahakan kondisi badan tetap segar,
cukup istirahat dan tidur 6 – 8 jam sehari semalam
f. Pakailah pakaian yang agak longgar
dan sedapat mungkin berwarna putih
g. Makanlah buah-buahan segar, seperti
jeruk, apel, pier dsb.
- Pengaruh Lingkungan Penerbangan Terhadap Faal Tubuh
a.
Pengaruh
ketinggian pada faal tubuh:
Pada dasarnya lapisan udara makin
keatas makin renggang dan makin rendah tekanannya dan makin kecil pula tekanan
parsiil 02 nya. Manusia dapat hidup pada tekanan 760 mmhg, pada suhu tropis 20
– 30 C dan kebutuhan total udara kering sebesar 20,9 %, sedangkan tekanan udara
parsiil 02 sebesar 159 mmhg, sedang udara dalam alveoli sebesar 40 mmhg dan
saturasi sebesar 98 %.
a). Hipoksia: Prinsip hukum diffusi gas dari tekanan tinggi
ke rendah. Dimana jaringan tubuh kekurangan 02.
b). Disbarisma: Semua kelainan yang terjadi akibat perubahan
tekanan kecuali hipoksia. Problema trapped gas adalah rongga-rongga yang
terdapat dalam tubuh kita seperti saluran pencernaan, disana udara akan
mengembang dan menimbulkan rasa mual sampai sesak begitu juga bila terjadi pada
telinga tengah. Problema evolved gas, terjadi pada ketinggian tertentu yang
larut dalam cairan tubuh atau lemak. Mulai pada ketinggian 25.000 kaki
gelembung gas N2 yang lepas mulai menunjukan gejala klinis gatal atau
kesemutan, rasa tercekik sampai terjadi kelumpuhan. Untuk mencegahnya perlu
dilakukan denitroenisasi dengan 100 % 02 dan lamanya tergantung pada ketinggian
yang hendak dicapai dan berapa lama di ketinggian tersebut.
c). Pengaruh kecepatan dan percepatan terhadap faal tubuh:
Akibat kecepatan dan percepatan yang tinggi mempunyai efek terhadap faal tubuh.
- Beberapa Masalah Kedokteran Pada Penerbangan Jarak Jauh
a.
Motion
sicknes bukanlah
merupakan suatu penyakit, namun respon normal terhadap gerakan-gerakan dan
situasi yang tidak biasa dijumpai dengan gejala mual, keringat dingin, pusing,
alergi, dan muntah. Wanita lebih berisiko dari pria. Untuk mencegahnya jangan
melakukan perjalanan dalam keadaan perut kosong. Bila mual usahakan kepala tetap
tegak. Jangan membaca menunduk, usahakan pandangan lurus kedepan. Sedang
obat-obat dapat menggunakan dramamine, antihistamin lainnya.
b.
Nyeri
sinus- telinga dan gigi. Volume udara dalam telinga tengah dan sinus
akan mengembang sekitar 25 % pada tekanan 5000 – 8000 kaki. Bila saluran yang
menghubungkan antara rongga-rongga tersebut dengan hidung baik maka tidak akan
menimbulkan keluhan. Nyeri pada gigi biasanya akibat gangren atau pulpitis.
c.
Pada
manusia usia lanjut banyak mengalami perubahan fisik & psikologis yang
perlu penanganan khusus supaya keamanan & kenyamanan mereka dapat dijaga
selama penerbangan. Perubahan fisik tersebut meliputi: berkurangnya kemampuan
bergerak, keseimbangan, gangguan sensoris, gangguan pendengaran, berkurangnya
sensoris perasa, tajam penglihatan yang berkurang, banyaknya keluhan pada
jaringan lunak gigi geligi, meningkatnya angka kejadian penyakit jantung &
paru. Perubahan Psikologis yang sering terjadi adalah depresi yang
mengakibatkan Sindroma Takut Terbang.
Penerbangan haji akan terasa nyaman
dan tidak menjadi masalah bagi mereka yang sering bepergian dengan pesawat
terbang. Akan tetapi, bagi mereka yang belum pernah naik pesawat terbang atau
bahkan kereta api sekalipun, penerbangan haji yang berlangsung sekitar 8 – 10
jam dari tanah air hingga Arab Saudi dapat menimbulkan beberapa kesulitan atau
perasaan tidak nyaman terutama pada jemaah haji Indonesia yang sebagian besar
termasuk LANSIA
- Pengaruh Kelembaban, Udara Kering, udara dingin dan Dehidrasi
Kelembaban (hunmiditas):
Berbeda dengan udara lembab yang
terdapat di kota-kota dekat pantai, misalnya Medan, Jakarta dan Makassar yang
derajat kelembabannya (humiditas) 80–95%, udara di dalam kabin penumpang
ternyata lebih kering. Kondisi udara di dalam kabin bertekanan pada tempat penumpang
berada, yang setara dengan kondisi udara pada ketinggian 5000–8000 kaki,
kelembaban (humiditas)-nya adalah 40–50%.
Udara kering:
Kelembaban yang rendah atau udara
kering akan memudahkan penguapan dari keringat melalui pori-pori kulit tubuh
sehingga tanpa disadari ternyata tubuh telah kehilangan banyak cairan tubuh,
hal ini akan lebih berbahaya bila terjadi pada Lansia. Penguapan keringat:
Kehilangan keringat di lingkungan udara yang kering tidak disadari sehingga
dapat mengancam kesehatan tubuh. Apalagi bila disertai jumlah urine yang
bertambah banyak akibat udara yang dingin, akan sangat berbahaya pada kondisi
fisik dan fisiologi tubuh jemaah haji Lansia.
Udara dingin:
Udara dingin atau sejuk selama
penerbangan sekitar 8–10 jam akan merangsang otak mengeluarkan hormon yang
meningkatkan produksi air seni (urine). Hal ini akan menyebabkan kandung kemih
cepat penuh yang merangsang pengeluaran urine sehingga ingin berkali-kali ke
kamar kecil (toilet).
Dehidrasi:
Penguapan keringat disertai
pengeluaran urine yang berlebihan, apalagi jika tidak diimbangi dengan minum
secukupnya maka akan terjadi dehidrasi. Dehidrasi adalah keadaan dimana tubuh
calon jemaah haji (penumpang) kehilangan dan kekurangan cairan (yang diikuti
pula dengan kehilangan dan berkurangnya garam tubuh). Adapun gejalanya adalah
otot pegal, haus dan lain-lain. Menanggulanginya adalah dengan minum
secukupnya, menghabiskan makanan yang dihidangakan oleh pramugari dan memakai
krim kulit atau salep vaseline.
Selain itu, kemungkinan penyakit lain yang timbul:
1.
Pembesaran prostat
Pada beberapa lanjut usia (lansia)
yang menderita pembesaran (hipertrofi) kelenjar prostat akan mengalami hambatan
pada saluran urine sehingga tidak dapat berkemih. Untuk menolong penderita
tersebut perlu dilakukan pemasangan kateter.
2.
Anemia hipoksia
Yaitu sel darah kekurangan zat
hemoglobin yang terdapat dalam sel darah merah. Kita ketahui hemoglobin
berfungsi untuk mengangkut oksigen. Hipoksia ini dapat dialami oleh penderita
anemia. Calon jemaah haji Lansia sebagian besar menderita penyakit anemia.
Penderita anemia sebagian besar dari kalangan petani dan nelayan yang status
gizinya kurang baik.
3.
Kelelahan
Adalah suatu keadaan dimana
efisiensi kerja menurun secara progresif disertai perasaan tidak enak badan,
penurunan daya tahan tubuh, dan efisiensi jasmani dan daya berpikir. Penyebab
kelelahan: Persiapan dan perjalanan dari kampung halaman menuju ke asrama haji,
menunggu keberangkatan lalu tiba di bandar udara, selanjutnya menunggu lagi,
lalu duduk di kursi penumpang pesawat terbang haji selama lebih dari 8 jam
penerbangan, semua itu menyebabkan kelelahan. Vibrasi atau getaran serta bising
(noise) yang ditimbulkan oleh empat buah mesin jet pesawat terbang, walaupun
kadarnya ringan, ikut menambah beban yang menghasilkan kelelahan serta
mengganggu nafsu makan serta nyenyaknya tidur penumpang. Seharusnya, waktu
selama dalam penerbangan tersebut dimanfaatkan untuk tidur supaya menghilangkan
kelelahan.
Lokasi dan gejala:
Kelelahan dapat terjadi lokal (lelah
sebagian tubuh seperti lengan, tungkai dan lain-lain) dan umum (lelah seluruh
tubuh). Gejala atau tanda-tanda lelah yang biasa ditemukan ialah pegal-pegal
(sendi dan otot) dan tanda-tanda mental yaitu gugup, mudah tersinggung
(pemarah), sukar berpikir, sukar tidur, sakit kepala, waktu untuk bereaksi
lebih lambat, pelupa, kurang teliti, kondisi menurun, daya memutuskan pendapat
(judgement) mulai terganggu, mata lelah, gangguan saluran penecernaan, nafsu
makan menurun, dan lainlain.
Pencegahan:
Upaya pencegahan dilakukan dengan
menghilangkan atau mengurangi faktor-faktor penyebab kelelahan (meliputi factor
kejiwaan, fisik dan faal tubuh), antara lain dengan tidur yang cukup, yaitu
sekitar 8 jam sehari/semalam, menggunakan masa istirahat sebaik-baiknya, makan
sesuai ketentuan gizi kesehatan (cukup jumlah dan gizi, bersih, tidak terlalu
merangsang/pedas, dan lain-lain), dan menghindari pekerjaaan yang melelahkan.
4.
Aerotitis atau barotitis.
Rasa sakit atau gangguan pada organ
telinga bagian tengah yang timbul sebagai akibat adanya perubahan tekanan udara
sekitar tubuh disebut aerotitis/barotitis. Barotitis dapat terjadi baik pada
waktu naik (ascend) maupun turun (descend). Hanya saja pada waktu menurun,
presentase kemungkinan terjadinya lebih besar daripada waktu naik. Hal ini disebabkan
sifat atau bentuk tuba Eustachius yang lebih mudah mengeluarkan udara dari
bagian telinga ke tenggorokan daripada sebaliknya. Hal akan sangat berbahaya
pada penumpang Lansia yang yang pengetahuannya kurang dan fungsi faal tubuh
sudah berkurang, bahkan dapat menyebabkan pecahnya gendang telinga.
- Persiapan Menjelang Keberangkatan
Dengan memperhatikan hasil
pemeriksaan dan pengobatan oleh dokter rumah sakit atau puskesmas, calon haji
dapat mengetahui apakah ia menderita penyakit tertentu yang dapat menjadi
masalah dalam penerbangan. Penyakit-penyakit tersebut antara lain tekanan darah
tinggi (hipertensi), kencing manis (diabetes melitus), penyakit jantung, batuk
dan sesak nafas (asma paru, bronkhitis, TBC atau sakit jantung, penyakit liver,
pembesaran kelenjar prostat, gigi berluang atau gangren, penyakit remautik,
lumpuk akibat stroke, sakit maag (ulu hati, gastritis) ambeien (wasir,
hemorrhoid), penyakit tekanan bola mata tinggi (glaukoma), hamil dan lain-lain.
Pada derajat ringan yang ringan, penderita salah satu penyakit tersebut,
terkadang masih diluluskan.
Mewaspadai darurat jantung pada
penerbangan haji terutama Lansia Penyakit jantung adalah salah satu penyakit
yang rawan terhadap berbagai tekanan situasi selama kegiatan ibadah haji,
termasuk dampak penerbangan haji yang cukup panjang. Terdapat jenis penyakit
jantung yang digolongkan sebagai kelompok penyakit berisiko tinggi (risti) atau
high risk disease adalah penyakit jantung koroner (PJK). Oleh karena lebih dari
60% yang menunaikan ibadah haji berusia 45 tahun keatas, maka akan sangat
mungkin mewaspadai penyakit jantung koroner.
Waspadai Obstructive Sleep Apnea
(OSA) adalah fenonema berkurangnya atau terhentinya aliran udara pernafasan
yang terjadi saat tidur akibat radius saluran pernafasan yang menyempit atau
obstruksi dari saluran pernafasan. ASA mempunyai peran sebagai penyebab
kematian hipertensi, meningkatkan risiko serangan jantung dan stroke, serta
penyebab kematian mendadak (sudden death). OSA sangat penting diperhatikan
mengingat penerbangan haji adalah penerbangan jarak jauh, mengingat risiko mati
mendadak dan kecelakan yang disebabkannya.
Sakit Kepala Pada Penerbangan Haji
juga perlu diwaspadai. Setiap tahun jemaah haji Indonesia berjumlah lebih dari
200 ribu orang, dimana lebih dari 40% termasuk usia lanjut (Lansia). Walaupun
para jemaah haji sudah mempersiapkan segala sesuatunya dengan cermat dan
lengkap, namun tidak jarang dalam perjalanan penerbangan timbul gangguan,
keluhan yang dirasakan tidak nyaman, salah satu keluhan itu adalah pusing
bahkan sampai sakit kepala, dari ringan sampai berat.
Tips yang perlu diperhatikan :
1. Sebelum melakukan perialanan
Pastikan berangkat dalam keadaan
rileks, bebas dari beban fisik,dan psikis dan tidak dalam keadaan sakit.
Persiapkan segala keperluan jauh-jauh hari. Usahakan meminimalkan transit,
tidur lebih awal, agar tetap ketika berangkat.
2. Selama dalam perjalanan
Begitu naik pesawat, ubah waktu jam
tangan anda sesuai dengan waktu Negara tujuan, perbanyak minum air putih dan
sari buah, tidur selama perjalanan dilakukan hanya waktu di tempat tujuan
menyatakan demikian (malam), lakukan gerakan peregangan dan relaksasi otot-otot
tubuh baik di tempat duduk maupun pada saat transit, lakukan sesekali
jalan-jalan di dalam kabin, hindari minum kopi, alkohol & orange.
3. Di tempat tuiuan
Yang paling penting pertama kali
dilakukan adalah melakukan aktifitas seperti yang biasa dengan menyesuaikan jam
di tempat yang baru, termasuk waktu makan dan tidur.
Sumber
:
Depkes RI. 2008. “Bahan Bacaan Peserta TKHI”. Dalam http://www.lrckesehatan.net. /PDF/TKHI/.24 Oktober 2009. 11:30:20 WIB.
Rachmad, Edy. 2009. “Pembinaan Kesehatan jamaah Haji”. Dalam
http://waspadamedan.com/index.php?option=com. 29 Oktober 2009. 10:30:10 WIB.
.